PERAN SERIKAT PEKERJA DALAM MENGAWAL PROGRAM JKN
Keberadaan Program JKN atau Jaminan Kesehatan Nasional yang berlaku saat ini memang melalui perjalanan panjang dan berliku.
Lahirnya Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memberikan perspekstif baru dalam sejarah jaminan sosial di Indonesia. Dari awalnya Indonesia di’cap’ sebagai Negara tanpa jaminan sosial, tapi dengan lahirnya UU tersebut memberikan harapan baru akan adanya jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indoensia sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
Tapi niat baik politik pada era Presiden Megawati itu ternyata tidak berjalan mulus, karena dalam perjalanannya menimbulkan tarik menarik dan pro-kontra, baik dikalangan pemerintah sendiri maupun di para pemangku kepentingan di DPR maupun di kalangan masyarakat sipil misalnya di kalangan serikat pekerja.
Serikat pekerja dan serikat buruh sebagai pihak yang berkepentingan terhadap keberadaan Jaminan Kesehatan Nasional dengan segala upaya terus mendorong untuk segera diberlakukannya Program Jaminan Kesehatan Nasional ini.
Berkat dorongan dan gerakan penekanan yang dilakukan oleh serikat pekerja atau serikat buruh, baru pada tahun 2014, tepatnya setelah 10 tahun disahkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional/SJSN, Program Jaminan Kesehatan Nasiona atau JKN baru diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2014.
Dibanding negara-negara lain, apalagi di Eropa dan Amerika yang sudah memberlakukan jaminan kesehatan nasional-nya puluhan tahun atau bahkan ratusan yang lalu, Indonesia baru memberlakukan JKN 3 (tiga) tahun yang lalu.
Pemberlakukan Program JKN di Indonesia memang belum lama, tapi ekspektasi masyarakat khususnya kalangan pekerja atau buruh terhadap Program JKN terlampau tinggi. Sehingga tuntutan perbaikan kwalitas pelayanan terus gencar khususnya oleh serikat pekerja dan serikat buruh.
Tuntutan perbaikan kinerja dan peningkatan kwalitas pelayanan Program Jaminan Kesehatan Nasional itu mengemuka dalam kegiatan diskusi yang diselenggarakan oleh TURC (Trade Union Right Centre) Jakarta, pada Hari Senin tanggal 27 Nopember 2017 bertempat di Hotel Iscalon Corteus Cicurug.
Acara diskusi yang mengambil thema ‘Peran Serikat Pekerja Dalam Mengawal Program JKN” tersebut menghadirkan narasumber dari salah satu Dewan pengawas BPJS Kesehatan Michael J. Latuwael dan Perwakilan dari BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi., dan kegiatan tersebut dihadiri oleh hampir perwakilan serikat pekerja dan serikat buruh yang ada di Kabupaten Sukabumi, diantaranya Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dang Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI), K-SPSI, OPSI, GSBI, SPDAG dan SPN.
Michael J. Latuwael dalam paparannya menyebutkan bahwa salah satu peran BPJS Kesehatan itu ngumpulin iuran, BPJS Kesehatan juga diberikan kewenangan untuk memberikan sanksi, tapi tidak punya instrumen untuk melakukan penyidikan, kendalanya karena regulasi-nya belum lengkap.
“Pada titik inilah peran serikat pekerja sangat stretegis untuk mengawal Program JKN, termasuk melaporkan jumlah pekerja yang sudah terdaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan dan yang belum atau tidak terdaftar”. Jelas Michael ketika menyampaikan paparan diskusinya.
Sementara para pengurus atau perwakilan serikat pekerja dan serikat buruh yang hadir dan ikut dalam acara diskusi tersebut lebih menekankan pada masih banyaknya keluhan yang dialami oleh peserta BPJS Kesehatan ketika berobat ke rumah sakit maupun ke fasilitas-fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Ketua GSBI Kabupaten Sukabumi, Dadeng Nazarudin yang mengawali pertanyaan pada sesi tanya jawab mempertanyakan peran tim kepatuhan dari BPJS Kesehatan yang dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Setahu saya di BPJS Kesehatan itu ada tim kepatuhan, tapi tidak berjalan, buktinya masih pelanggaran yang dilakukan baik oleh perusahaan, rumah sakit atau fasilitas kesehatan, tapi dibiarkan saja:, tegas Dadeng dengan mengebu-gebu.
Pada kesempatan berikutnya, Ketua SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi Moch. Popon menyoroti soal masih belum maksimalnya tingkat kepesertaan BPJS Kesehatan dari pekerja penerima upah yang berada di perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah Kabupaten Sukabumi.
Disamping itu Ketua SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi juga menyoroti masih rendahnya kinerja pelayanan BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi, contoh sederhana saja misalnya soal kartu. Untuk urusan administrasi yang dianggap ‘cetek’ saja, misalnya masalah kartu tersebut, masih banyak peserta BPJS Kesehatan yang notabene-nya yang bekerja di perusahaan belum mendapat kartu padahal sudah menjadi peseta BPJS Kesehatan bertahun-tahun.
“Belum lagi soal pelayanan, misalnya pelayanan di faskes dan rumah sakit yang masih mendapat laporan harus bayar kalau berobat, dan juga masih terjadi diskriminasi antara pasien umum dan pasien BPJS, padahal buruh kan bukan di subsidi oleh pemerintah tapi justeru memberikan subsidi, karena dia kan bayar iuran”, pungkas Moch. Popon ketika diberikan kesempatan dalam acara diskusi tersebut.
Pada kesempatan lain, peserta diskusi yang berasal dari SPDAG menyoal masalah masih belum maksimalnya sosialisasi yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan, karena tidak sedikit pekerja/buruh yang sudah terdaftar menjadi Peserta BPJS Kesehatan tapi tidak mau menggunakan fasilitas pelayanan BPJS Kesehatan karena pengaruh ‘image BPJS Kesehatan’ yang dianggap kurang baik.
“Walaupun awalnya pada gak mau, karyawan Aqua itu saat ini semuanya sudah ikut menjadi Peserta BPJS Kesehatan, tapi mereka ketika sakit atau berobat masih enggan untuk menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan karena katanya kurang baik. Makanya kami minta BPJS Kesehatan untuk gencar melakuakn sosialisasi ke karyawan atau perusahaan-perusahaan seperti Aqua”, ucap Abdullah Firdaus selaku Ketua SPDAG Kabupaten Sukabumi.
Menanggapi berbagai keluhan dan kritik dari peserta diskusi, perwakilan BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi yang ikut hadir dalam kegiatan diskusi tersebut, Dikdik Sadikin, lebih banyak menyampaikan jawaban-jawaban normative dan menyampaikan komitment BPJS Kesehatan untuk terus berupaya meningkatkan kwalitas pelayanan kepada peserta.
Pada bagian akhir kegiatan diskusi, Direktur Eksekutif TURC, Andriko Otang menegaskan meski banyak persoalan di BPJS, namun program BPJS terbukti telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat.
“Program yang masih muda ini harus terus dikawal oleh publik, mengingat jaminan kesehatan merupakan hak konstitusional rakyat”, pungkas Otang ketika menyampaikan kesimpulan akhir pada kegiatan diskusi tersebut.