BOCORNYA DATA 279 JUTA PESERTA BPJS KESEHATAN : PUNCAK GUNUNG ES KEGAGALAN TRANSFORMASI ASKES KE BPJS
Terkait dengan bocornya data 279 juta WNI yang mirip dengan data Peserta BPJS Kesehatan, ditanggapi serius oleh Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI( Kabupaten Sukabumu.
Menurut Ketua FSP TSK SPSI Kabupaten Sukabum Moch Popon bahwa bocornya data pribadi 279 juta WNI yang jadi peserta BPJS Kesehatan disamping disebabkan karena lemahnya keamanan dan perlindungan siber di BPJS Kesehatan, juga dianggap sebagai bagian dari puncak gunung es kegagalan transformasi ASKES ke Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan.
"Kegagalan Transformasi dimaksud merupakan kegagalan transformasi budaya (culture) dan karakter (characters) serta profesionalisme sumber daya manusia atau SDM Askes ke BPJS.", tegas Moch Popon dengan nada serius.
Popon juga menjelaskan bahwa pada saat Askes, hanya dihadapkan dengan peserta yang berlatar belakang PNS atau ASN yang membayar iuran dari potongan gaji yang dibayarkan negara dan minim protes atau komplain, sehingga budaya kerja dan karakter SDM Askes saat itu relatif nyantai dan kurang tantangan.
Sementara hari ini dengan peserta BPJS Kesehatan dengan berbagai macam latar belakang sosial ekonomi mulai PNS atau ASN, TNI, Polri, buruh dan masyarakat umum, mulai dari kelas sosial masyarakat bawah sampai kelas sosial menengah dan atas, sangat nampak BPJS Kesehatan kelihatan sangat gagap dalam menangani masalah dan komplain massif dari masyarakat khususnya kalangan buruh akibat lemahnya pelayanan dari BPJS Kesehatan dan mitra kerjanya.
"Tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance / GCG memang dibuat, tapi faktanya sampai hari ini BPJS Kesehatan sangat gagap menghadapi dinamika dan kompleksitas masalah dibawah termasuk komplain karena buruknya pelayanan pada tingkat faskes yang dialami oleh peserta", lanjut Moch Popon dengan sedikit kesal.
Disamping masalah diatas, menurut FSP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi BPJS Kesehatan juga selalu dihadapkan pada masalah yang terus berulang yakni masalah defisit anggaran, padahal BPJS Kesehatan satu-satunya badan penyelenggara yang ditunjuk oleh negara dan tidak ada persaingan dengan badan penyelenggara lain.
Menurut Popon, defisit anggaran hanya terkendali sementara saat Pandemi covid 19, karena banyak anggaran kesehatan warga masyarakat di cover oleh anggaran penanganan Covid yang dialokasikan oleh negara..
Yang disesalkan oleh FSP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi, dalam menghadapi complain peserta juga BPJS Kesehatan khususnya di Sukabumi banyak berkilah dan melemparkan masalah ke dinas atau instansi lain misal rumah sakit atau faskes lainnya, dan sampai saat ini belum ada terobosan untuk membuat formulasi penyelesaian keluhan peserta secara terintegrasi yang setiap keluhan dan pengaduannya terutama dari kalangan buruh saat ini terus bermunculan, padahal serikat pekerja sudah berulang kali menyampaikan masukan dan saran tapi tidak ditindaklanjuti oleh BPJS Kesehatan Sukabumi.
"Ya memang regulasi ada di pemerintah, tapi setidaknya BPJS Kesehatan mesti paham bahwa rakyat khususnya kalangan buruh formal membayar iuran selaku kewajibannya sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan bukan ke rumah sakit dan pihak lainnya. Jadi sewajarnya rakyat khususnya komplain ke BPJS Kesehatan dan BPJS Kesehatan punya kewajiban untuk memberikan solusi terbaik terhadap peserta bukan malah banyak berkilah dan melempar tanggung jawab atau mengkambinghitamkan pihak lain", jelas Moch Popon yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum PP FSP TSK SPSI tersebut.
Popon juga menambahkan bahwa BPJS Kesehatan diberi kewenangan yang luas dan tanggung jawab yang besar tidak seperti saat masih ASKES adalah untuk menangani hak dasar pelayanan kesehatan rakyat secara terintegrasi, bukan malah ongkang kaki dan melemparkan masalah serta tanggung jawab ke pihak lain.
Begitu juga terkait dengan tragedi bocornya data pribadi 279 juta WNI ditangan BPJS Kesehatan menurut Ketua FSP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi karena disebabkan character, budaya kerja dan profesionalisme sumber daya manusia atau SDM di BPJS Kesehatan belum bertransformasi dari Askes ke BPJS, cenderung nyantai, kurang profesional dan kurang akuntabel sementara tantangan dan kompleksitas masalah semakin tinggi.
Dewan pengawas atau dewas dan dewan direksi BPJS Kesehatan memang berganti setiap 5 tahun sekali, tapi sumber daya manusia atau SDM BPJS Kesehatan sebagai pelaksana masih banyak didominasi oleh karakter dan budaya kerja saat Askes.
Kaitannya dengan tragedi bocornya 279 data WNI yang mirip dengan data Peserta BPJS kesehatan tersebut, Pimpinan Cabang FSP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi mendesak :
1. Mendesak Pemerintah untuk mengusut tuntas bocornya data pribadi 279 juta jiwa WNI ditangan BPJS Kesehatan, karena itu menyangkut keamanan data pribadi setiap warga negara yang bisa berimplikasi pada keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia..
2. Mendesak BPJS Kesehatan untuk bertanggung jawab atas bocornya data pribadi 279 juta WNI Peserta BPJS Kesehatan tersebut, karena bagaimanapun juga data yang bocor tersebut ada ditangan dan penguasaan BPJS Kesehatan, sehingga BPJS Kesehatan harus mempertanggung jawabkan-nya..
3. Mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan transformasi sumber daya manusia Askes ke BPJS Kesehatan, sehingga bisa lebih profesional dan punya tanggung jawab ditengah kompleksitas masalah peserta dan pelayanan yang semakin berat. Peserta BPJS Kesehatan itu saat ini bukan hanya PNS atau ASN saat masih Askes yang minim komplain, tapi menyangkut seluruh rakyat Indonesia.
"Menangani kebutuhan dasar pelayanan kesehatan ratusan juta rakyat Indonesia, tidak bisa ditangani oleh sumber daya manusia yang nyantai, asal - asalan dan kurang profesional serta tidak terbiasa dengan tantangan. Apalagi BPJS Kesehatan kurang menghargai kemitraan dengan serikat pekerja, karena mungkin sejarahnya ASKES tidak ada hubungan dengan serikat pekerja. Sementara buruh saat ini, khususnya anggota FSP TSK SPSI di Kabupaten Sukabumi merupakan Peserta BPJS Kesehatan yang patuh membayar iuran setiap bulannya", pungkas Moch. Popon dengan penuh semangat.