KALO SAMPAI TIDAK MENETAPKAN UMK, KANG EMIL BISA MENJADI GUBERNUR TERBURUK BAGI KAUM BURUH
Akibat lemparan bola panas yang disampaikan oleh Menteri Tenaga Kerja RI, Ida Fauziyah dan oleh Kepala Disnakertrans Propinsi Jawa Barat, Mochamad Ade Afriandi melalui surat Nomor : 561/7575/HI & Jamsos tertanggal 6 Nopember 2019 Perihal : Penyampaian Upah Minimum yang ditujukan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota, yang kemudian menimbulkan polemik dan mendapatkan perlawanan dari kalangan pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh.
Bola panas yang dimaksud adalah menerjemahkan kata ‘dapat’ menjadi ‘tidak wajib’ menetapkan UMK oleh Gubernur oleh kedua pejabat sebagaimana dimaksud diatas.
Lalu apa resiko kalau sampai Kang Emil, sapaan akrab Ridwal Kamil Gubernur Jawa Barat, mengikuti keinginan kalangan pengusaha dengan tidak menetapkan UMK 2020 ?
Seperti yang kita ketahui bersama, UMK sudah ditetapkan setiap akhir tahun oleh Gubernur di seluruh Indonesia termasuk oleh Gubernur Jawa Barat, dan sudah berlangsung sejak belasan bahkan puluhan tahun yang lalu.
Keberadaan UMK sendiri secara normative hanyalah sebagai jaring pengaman dan hanya diperuntukkan bagi pekerja dengan masa kerja dibawah 1 tahun dan hanya untuk pekerja lajang, walaupun faktanya banyak perusahaan yang memberikan upah sama dengan UMK kepada pekerja dengan masa kerja diatas satu tahun dan pekerja yang sudah berkeluarga.
Walaupun hanya sebagai jaring pengaman dan jauh dari harapan kaum buruh, tapi keberadaan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sudah menjadi penantian kaum buruh setiap tahunnya.
Sehingga apabila Gubernur Jawa Barat tiba-tiba tahun ini tidak menetapkan UMK untuk tahun 2020 seperti yang sudah ditetapkan selama belasan tahun ke belakang, maka bisa jadi hal tersebut akan menjadi warisan terburuk dari kepemimpinan Ridwal Kamil selaku Gubernur Jawa Barat.
Andi, salah satu karyawan pabrik Garment di wilayah Kabupaten Sukabumi sebenarnya masih berharap dan masih yakin Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat akan menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Tahun 2020.
Lalu ketika ditanya, bagaimana kalau sampai Gubernur Jawa Barat tidak menetapkan UMK untuk tahun 2020 ? Dengan spontan Andi memberikan jawaban bahwa kalau sampai tidak ditetapkan UMK oleh Gubernur Jawa Barat, maka itu akan menjadi warisan terburuk bagi buruh dari Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat, dan itu akan selalu diingat sebagai kenangan buruk kaum buruh.
Dengan ditetapkan UMK setiap tahun sebelumnya saja, banyak buruh di beberapa daerah yang besaran UMK nya masih rendah yang mengeluhkan upahnya jauh dari upah layak yang diharapkan, apalagi kalau UMK tidak ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat.
Menurut Andi juga, apabila Gubernur Jawa Barat tidak berani menetapkan UMK 2020 maka bisa dipastikan akan banyak perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak normative buruh, terutama yang berkaitan dengan upah buruh.
Sementara itu Gugum salah satu pengurus serikat pekerja di perusahaan sepatu yang juga berada di Wilayah Kabupaten Sukabumi akan mengajak teman-temannya untuk melakukan aksi demonstrasi kalau sampai Gubernur Jawa Barat tidak mau menetapkan UMK untuk Tahun 2020.
Menurut Gugum selama ini buruh sudah berjuang untuk memperjuangkan upah minimum sektoral sepatu dan sampai saat ini masih belum terealisasi juga. Maka kalau sampai UMK saja diganggu atau diutak-atik oleh pemerintah, hal tersebut akan mengundang kemarahan bagi kaum buruh.
Lanjut Gugum, dengan besaran upah saat ini saja buruh banyak mengeluh karena tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi harga-harga kebutuhan semakin mahal, belum lagi mereka yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak yang sudah bersekolah beban hidupnya semakin sulit, dan para buruh sudah menanti ada tambahan upah dari kenaikan UMK yang sudah biasa ditetapkan setiap tahunnya.
Kalau sampai Gubernur Jawa Barat tidak menetapkan UMK, menurut Gugum salah satu langkah yang harus dilakukan oleh buruh adalah harus bersatu melakukan perlawanan dengan aksi protes atau aksi unjuk rasa di jalan-jalan secara bersama-sama dan serentak, dan menghentikan proses produksi di semua perusahaan.
Langkah perlawanan dari kaum buruh tersebut menurut Gugum harus dilakukan secara massif biar pemerintah tahu bahwa buruh tidak bisa terus ditindas dan didiperlakukan sewenang-wenang, dan pemerintah yakni Gubernur juga harus sadar bahwa rakyatnya itu bukan hanya pengusaha dan pemilik modal, tapi buruh juga sama-sama sebagai rakyat yang harus dilindungi oleh pemerintah.