Masa Kepemimpinan Dalam Serikat Pekerja Itu Perlu Dibatasi
Sejarah perjalanan bangsa-bangsa di dunia telah memberikan pelajaran bagi kita semua, bahwa kekuasaan yang terlalu lama cenderung melahirkan feodalisme, tirani dan otoriter. Bukan hanya melahirkan tirani dan otoriter tapi juga selalu menimbulkan korban pertumpahan darah ujung kekuasaannya. Coba saja tengok bagaimana sejarah berakhirnya kekuasaan Saddam Husein di Irak, Moammar Khaddapi di Libya, dan juga sejarah berakhirnya masa kekuasaan Soeharto selama 32 tahun di era orde baru.
Berangkat dari kondisi tersebut beberapa Negara diatas, lantas melakukan reformasi dan membuatan pembatasan terhadap masa jabatan atau kekuasaan Presiden atau Perdana Menteri atau penguasa di Negara tersebut, termasuk salah satunya di Indonesia. Yang sebelumnya Soeharto bisa berkuasa selama 32 tahun, tapi pasca reformasi melalui Amandemen UUD 1945 masa jabatan Presiden RI dibatasi hanya 2 (dua) kali masa jabatan.
Munculnya kesadaran tersebut, bukan hanya bisa berimplikasi pada adanya pembatasan kekuasaan di suatu Negara, tapi juga akan menimbulkan gairah positif dalam regenerasi kepemimpinan di suatu Negara, sehingga akan mendorong munculnya semangat kompetisi dalam sebuah proses demokrasi di suatu Negara.
Karena sekali lagi, kekuasaan yang tidak terbatas atau tidak dibatasi cenderung akan melahirkan kesewenang-wenangan karena tidak control, dan cenderung akan melahirkan tirani.
Lalu bagaimana dengan masa jabatan kepemimpinan di kepengurusan serikat pekerja seperti SP TSK SPSI apa perlu dibatasi atau tidak?
Pada prinsifnya, kekuasaan itu baik dalam kekuasaan formal berupa Negara atau pemerintahan maupun organisasi non pemerintah seperti serikat pekerja, partai politik dan sejenisnya SANGAT PERLU UNTUK DIBATASI.
Kekuasaan yang terlalu lama atau masa jabatan seseorang yang tidak dibatasi dalam memimpin serikat pekerja atau organisasi sejenisnya bukan hanya akan membunuh gairah kompetisi dan menghilangkan daya kreatifitas serta inovasi bagi para pengurus dan anggota yang dibawahnya, tapi juga akan menimbulkan dampak yang kurang baik bagi si penguasa atau pemimpin organisasi itu sendiri.
Bagi organisasi serikat pekerja, kekuasaan yang terlalu lama bisa mengganggu proses kaderisasi dalam organisais atau serikat pekerja tersebut. Karena dengan bercokolnya secara terus-menerus dalam memimpin organisais atau serikat pekerja pada tingkatan yang sama dan tidak berubah-ubah, itu menunjukkan tidak ada proses kaderisasi dalam organisasi tersebut atau proses kaderissasinya kurang berjalan dengan baik. Itu artinya organisasi berjalan mandul dan tidak mampu melahirkan kader-kader baru untuk memimpin atau mengelola organisasi.
Walaupun ada sebagian orang yang berasumsi bahwa belum adanya pergantian kepemimpinan dalam sebuah tingkatan serikat pekerja, karena dianggap belum ada kader yang tepat dan mumpuni untuk memimpin oranisasi, sehingga perlu waktu untuk menuju ke arah tersebut. Assumsi tersebut mungkin juga ada benarnya, tapi dalam konteks perkembangan zaman yang ada seperti saat ini, sikap skeptis seperti itu haruss dibuang jauh-jauh, karena terbentuknya kemampuan seseorang untuk memimpin suatu organissasi juga bisa ditentukan oleh adanya kesempatan dan kepercaryaan, dan tentunya juga didasarkan pada standar atau aturan main yang berlaku dalam internal organisasi serikat pekerja/serikat buruh.
Tapi terlepas dalam anggaran dasar atau angaran rumah tangga organisasi serikat pekerja diatur atau tidak diatur mengenai batasan waktuatau masa jabatan Ketua PUK, Ketua PC, Ketua PD atau Ketua PP, maka jalan tengah yang paling bijak adalah membatasi masa jabatan ketua atau pimpinan dalam serikat pekerja.
Karena kepemimpinan dan kekuasaan bukan semata soal aturan dalam anggaran dasar dan anggran rumah tangga, tapi jauh lebih penting diatas itu adalah soal kepatutan dan kelaziman yang terakumulasi dalam nilai etis.
Dengan adanya pembatasan atau ada inisiatif untuk membatasi masa jabatan atau kepemimpinan dalam serikat pekerja akan berdampak positif bagi lahirnya kader-kader baru yang lebih bagus dari kita, yang lebih hebat dari kita dan lebih professional fari kita.
Kita kadang-kadang terjebak pada egoisme yang hanya mengandalkan ke-senior-an kita atau pengalaman kita, atau bahkan karena sikap sombong kita yang sudah merasa banyak berbuat dan berjasa terhadap organisasi, sehingga tidak percaya ada orang lain yang bisa menggantikan kita, dan juga diliputi ketakutan ketika kita sudah tidak berkuasa lagi kita akan kehilangan pengaruh atau kehilangan segalanya yang biasanya kita nikmati.
Anggapan-anggapan seperti itu sebenarnya berlebihan, karena perlu diingat bahwa besarnya atau hebatnya sesoarang menjadi pemimpin bukan karena dia terus-terusan berada diatas panggung atau memimpin atau berkuasa atau menjabat sesuatu pada posisi yang sama, melainkan karena dia melahirkan banyak cal;on pemimpin yang bisa menggantikan dirinya.
Atas dasar kesadaran tersebut, maka khusus untuk masa jabatan Ketua PC SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi dan Ketua PUK SP TSK SPSI yang berada di beberapa perusahaan terlepas dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dibatasi atau tidak, jelas harus dibatasi.
Dengan adanya kesadaran untuk membatasi diri mengenai masa jabatan Ketua atau Pimpinan di SP TSK SPSI, diharapkan ke depan tidak ada lagi cerita mengenai ketua serikat pekerja seumur hidup, dan semoga tidak ada lagi joke yang mengatakan bahwa yang bisa mengganti jabatan ketua serikat pekerja hanya Allah SWT dengan cara mencabut nyawa.
Dan juga mudah-mudahan dengan dibangun kesadaran seperti itu tidak lagi ada cerita, ketika seseorang tidak terpilih lagi menjadi Ketua Serikat Pekerja tidak lantas membuat serikat pekerja tandingan atau menjadi kutu loncat hanya demi untuk mempertahankan jabatannya sebagai Ketua Serikat Pekerja.
Semoga bermanfaat.