Struktur dan Skala Upah
Bahasan mengenai Struktur dan Skala Upah sebenarnya bukan merupakan hal baru. Bahkan dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tepatnya Ketentuan Pasal 92 sudah mengatur mengenai struktur dan skala upah, yang implementasinya kemudian diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. : Kep-49/MEN/IV/2004.
Pembahasan struktur dan skala upah kembali mencuat setelah pemerintah mengeluarkan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan keluarnya Permenakertrans RI No. I/2017.
Dalam prakteknya, kebijakan struktur dan skala upah juga sudah banyak dilaksanakan di berbagai perusahaan khususnya perusahaan-perusahaan yang ada serikat pekerjanya melalui kesepakatan yang dibuat antara pengusaha dan serikat pekerja melalui Perjanjian Kerja Bersama.
Apa itu Struktur dan Skala Upah ?
Struktur upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah.
Sedangkan, skala upah adalah kisaran nilai nominal upah dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar untuk setiap golongan jabatan.
Bagaimana Cara Menyusun Struktur dan Skala Upah ?
Sebagaimana sudah dijelaskan diatas bahwa pengaturan mengenai struktur dan skala upah itu sudah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Dimana UU No. 13 Tahun 2003 ditegaskan bahwa pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi.
Dalam ketentuan terbaru yaitu dalam Permenaker 1/2017 juga dijelaskan bahwa struktur dan skala upah wajib disusun oleh pengusaha dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
Yang dimaksud golongan ini merupakan banyaknya golongan jabatan di perusahaan atau tempat kerja.
Adapun yang dimaksud dengan jabatan merupakan sekelompok tugas dan pekerjaan dalam organisasi perusahaan.
Sedangkan masa kerja adalah amanya pengalaman melaksanakan pekerjaan tertentu yang dinyatakan dalam satuan tahun yang dipersyaratkan dalam suatu jabatan, misalnya 1 tahun, dua tahun, 5 tahun dan seterusnya.
Selain golongan, jabatan dan masa kerja, dalam menyusun struktur dan skala upah itu pengusaha harus memasukkan aspek pendidikan dan kompetensi. Dimana pendidikan yang dimaksud dalam ketentuan yang diatur dalam Permenaker RI No. I/2017 adalah merupakan tingkat pengetahuan yang diperoleh dari jenjang pendidikan formal sesuai dengan system pendidikan nasional yang dipersyaratkan dalam suatu jabatan, misalnya : lulusan SMP, lulusan SMA, lulusan sarjana dan seterusnya.
Sedangkan yang dimaksud kompetensi disini merupakan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dipersyaratkan dalam suatu jabatan.
Struktur dan skala upah ditetapkan oleh pimpinan perusahaan dalam bentuk surat keputusan dengan memperhatikan
Penyusunan struktur dan skala upah tersebut dimaksudkan sebagai pedoman penetapan upah sehingga terdapat kepastian upah tiap pekerja/buruh serta untuk mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan yang bersangkutan.
Selain ditetapkan dalam bentuk surat keputusan atau melalui kesepakatan dalam Perjanjian Kerja Bersama atau PKB, struktur dan skala upah ini wajib diberitahukan kepada seluruh pekerja/buruh oleh pengusaha tanpa kecuali.
Dimana Peran Serikat Pekerja?
Walaupun dalam Permenaker RI No. I/2017 penyusunan struktur dan skala upah itu lebih menitikberatkan kepada pengusaha, namun bagi perusahaan-perusahaan yang sudah ada serikat pekerjanya, maka penyusunan dan pembuatan struktur dan skala upah itu harus dirundingkan dengan serikat pekerja.
Dan khusus di Kabupaten Sukabumi di beberapa perusahaan yang sudah berdiri SP TSK SPSI, penyusunan struktur dan skala upah termasuk besaran atau nominal upah yang masuk dalam struktur dan skala upah tersebut yang nantinya masuk dalam komponen upah pokok itu dirundingkan dan disepakati antara pengusaha dan serikat pekerja.
Apalagi pasca pemberlakuan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dimana ruang untuk memperjuangkan kenaikan upah minimum semakin sempit, maka perjuangan kenaikan upah melalui perundingan atau penyusunan struktur dan skala upah ini sudah semestinya dimaksimalkan.
Karena komponen struktur dan skala upah ini nantinya masuk dalam komponen upah pokok, maka di perusahaan yang sudah ada serikat pekerjanya dan sudah ada PKB atau perjanjian kerja bersama, maka pembahasan dan penyusunan struktur dan skala upah itu wajib melibatkan serikat pekerja dan wajib dirundingkan dan disepakati dengan serikat pekerja.
Dan apabila ada kejadian di perusahaan ada pengusaha yang secara sepihak menyusun dan menetapkan struktur dan skala upah, maka sudah sepatutnya pihak serikat pekerja untuk mempertanyakannya, dan menuntut untuk merundingkan besaran struktur dan skala upah tersebut.
Karena bagaimana mungkin besaran atau nominal dalam struktur dan skala upah dibuat secara sepihak oleh pengusaha, sementara dalam perusahaan itu ada serikat pekerja dan ada PKB, dan suka atau tidak suka struktur dan skala upah beserta besaran atau nominalnya tersebut dimasukan dalam PKB atau menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam PKB.
Semoga bermanfaat…