I - N -- T - R - O - S - P - E - K - S - I
Setiap perjalanan, ikhitiar atau perjuangan memerlukan ruang untuk instropeksi.
Setiap perjalanan apalagi menjalankan/mengelola sebuah organisasi baik besar maupun kecil, pasti memerlukan ruang untuk instropeksi, untuk mengevaluasi apa yang sudah dilakukan dan apa yang sudah diperbuat. Tidak sedikit organisasi menjadi hancur karena aktivis atau para pengurusnya tidak bisa mawas diri atau mengevaluasi diri, banyak pekerja yang menjadi anggotanya kehilangan kepercayaan kepada serikat pekerja tempat mereka bernaung.
Sebagai pengurus serikat pekerja, kita kadang-kadang perlu merenung sesaat. Apakah kita sudah memperjuangkan hak-hak anggota kita secara maksimal atau sebaliknya ? Apakah yang kita lakukan itu sesuai dengan aspirasi anggota yang setiap bulan membayar iuran dengan sukarela ? Atau jangan-jangan apa yang kita pikirkan dan kita lakukan tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan, dengan yang anggota harapkan?
Dalam setiap perjalanan hidup termasuk dalam mengelola organisasi secara berkala kita perlu ruang dan waktu untuk instopeksi, untuk melakukan evaluasi diri. Ada banyak peristiwa di mana kita harus belajar dan membiasakan introspeksi diri. Bercermin untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan pribadi, agar dapat mengembangkan diri menjadi lebih baik lagi.
Introspeksi diri sangat diperlukan karena dalam sebuah perjalanan atau proses kehidupan tidak selalu berjalan konstan. Pengalaman yang serupa tidak selalu memberi hasil yang sama, karena selalu saja ada keterbatasan dan perbedaan sudut pandang.
Setiap masalah, proses dan perjalanan hidup atau organisasi pasti memiliki titik kritis tersendiri. Melalui introspeksi diri kita akan mampu menemukan makna dari setiap tujuan yang kita miliki dan akan semakin memastikan, apakah tujuan yang telah kita tetapkan sebelumnya sudah terarah atau belum.
Karena tidak jarang kita lebih disibukkan dengan melihat dan membicarakan kesalahan orang lain bahkan mengecilkan orang lain, sementara tidak pernah menyadari apa yang menjadi kesalahan dan kelemahan diri kita sendiri. Kadang kita hanya sibuk memikirkan diri kita sendiri dan tidak sempat memikirkan anggota kita atau orang lain, sahabat yang membutuhkan bantuan dan pertolongan kita.
Tidak jarang diantara kita karena saking asyiknya membanggakan diri sendiri dan merendahkan orang lain, akhirnya dikuasai sikap egoi, sampai gak nyadar ternyata para anggota kita dibelakang sedang menggunjing dan mengolok-olok kita : pengurus kerjanya kok ngerumpi terus, hiburan dan senang-senang terus, tiduran terus dan olokan lainnya yang membuat daun kuping kita menjadi merah mendengarnya. Mereka mungkin tidak berani bicara di depan kita, tapi mereka melawan dengan cara diam dan berbisik diantara mereka.
Ingat…ketika anggota yang kita perjuangkan sudah bersikap diam, tidak mau dan sudah bersikap apatis terhadap organisasi yang kita kelola, maka disitulah awal kematian organisasi. Dan sebelum itu terjadi, maka tidak ada salahnya kita selalu menyediakan ruang dan waktu untuk melakukan instropeksi.
Introspeksi diri itu memerlukan sikap rendah hati, menyadari, bertanya pada diri sendiri dan mau mengakui apa yang menjadi kekurangan dan kelemahan diri kita, apa yang menjadi kesalahan atau bahkan kekonyolan yang telah kita lakukan. Dalam melakukan instropeksi diri, kita juga perlu melihat jauh ke dalam diri kita. Menanyakan langsung kepada diri kita sendiri apakah sudah melakukan apa yang sudah menjadi tanggungjawab kita? Apakah sudah memenuhi keinginan banyak orang yang kita perjuangkan? Apakah kta sudah berhasil memperjuangkan aspirasi anggota kita atau malah asyik sendiri dengan urusan kita sendiri? Atau malah tidak berbuat apa-apa karena sibuk dengan urusan sendiri. Jangan pernah ragu untuk instropeksi diri ! Karena siapapun anda, saya, kalian atau kita semua membutuhkan instropeksi. Introspeksi diri ibarat kita berdiri di depan cermin besar untuk melihat keadaan diri kita dan saat itu kita akan mendapat gambaran yang sesungguhnya dari diri kta sendiri.
Kita boleh saja punya banyak orang atau teman yang mengelilingi atau bersama kita setiap waktu. Tapi belum tentu semua orang yang bersama kita setiap hari menjadi sahabat kita, menjadi orang yang jujur berbicara dan kasih nasihat sama kita. Apalagi hubungan diantarannya hanya didasarkan pada faktor kepentingan, pada kepentingan materi semata karena kita menjadi 'patron-nya' dan mereka menjadi 'klien-nya' yang setiap waktu mendapat sesuatu yang memberi kesenangan sesaat sama mereka. Bisa-bisa ditengah hubungan yang pragmatis seperti itu kita hanya dikelilingi 'tukang keprok alias tukang tepuk tangan' yang bisanya cuma memuji dan menyanjung', 'yang bisanya cuma bilang 'beres bos', 'semua bisa diatur bos', 'itu mah urusan kecil bos', dan sebagainya.
Sehingga ketika kita tidak sempat intropeksi maka tidak ada keseimbangan untuk mengontrol diri kita sendiri, yang ada hanya sikap angkuh dan sikap sombong, cenderung menjadikan diri sendiri sebagai pusat pujian, anti kritik dan lama-kelamaan bisa menjerumuskan diri menjadi anti perubahan. Dan disitulah awal kehancuran diri atau organisasi kita sendiri.
Sekali lagi…. biar semua itu tidak terjadi maka melakukan instropeksi diri merupakan pilihan sikap yang paling bijak.
INTROSPEKSI…
INTROSPEKSILAH….!