ANGGARAN DASAR
SERIKAT PEKERJA TEKSTIL, SANDANG, DAN KULIT
SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA
PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya pembangunan yang dilaksanakan oleh segenap rakyat dan bangsa Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat madani yang adil dan makmur baik materiil maupun spiritual berdasarkan moral agama, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa untuk mewujudkan cita-cita tersebut, kaum pekerja tekstil, sandang, dan kulit sebagai komponen bangsa yang merdeka dan berdaulat mempunyai kewajiban dan tanggung jawab serta tekad yang tinggi untuk mensukseskan pembangunan nasional dengan mendukung gerakan reformasi total dalam seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Bahwa kaum pekerja tekstil, sandang, dan kulit sebagai satu kelompok masyarakat pelaku pembangunan ekonomi bangsa berhak mendapatkan perlindungan politik, hukum, dan ekonomi yang meliputi hak berserikat, berunding bersama, jaminan sosial, dan syarat-syarat kerja lainnya serta jaminan mendapatkan upah yang layak bagi kemanusiaan.
Atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan di dorong oleh keinginan luhur berkehidupan kebangsaan dan terjaminnya kebebasan berserikat dalam mensukseskan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, maka kaum pekerja tekstil, sandang, dan kulit dengan ini sepakat menyatukan diri dalam Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia.
Untuk mewujudkan Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia sebagai organisasi yang bebas, mandiri, demokratis, profesional, dan bertanggung jawab yang melindungi hak dan kepentingan, memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan, meningkatkan jiwa bertanggung jawab dan produktivitas kerja para anggotanya, maka disusunlah Anggaran Dasar Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia.
BAB I
NAMA, WAKTU, DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Organisasi ini bernama Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, disingkat SP TSK-SPSI.
Pasal 2
Waktu
SP TSK-SPSI merupakan kelanjutan dari SBTS (Serikat Buruh Tekstil dan Sandang) dan SBKK (Serikat Buruh Karet dan Kulit), didirikan pada tanggal 14 Juli 1973 di Jakarta untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Kedudukan
SP TSK-SPSI tingkat pusat berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
BAB II
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 4
Bentuk
SP TSK-SPSI adalah organisasi pekerja yang berbentuk federasi.
Pasal 5
Kedaulatan
Kedaulatan organisasi ada di tangan anggota, dan dilakukan sepenuhnya oleh Musyawarah Nasional.
BAB III
AZAS, LANDASAN, DAN SIFAT
Pasal 6
Azas dan Landasan
SP TSK-SPSI berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan konstitusi.
Pasal 7
Sifat
SP TSK-SPSI adalah organisasi yang bersifat bebas, mandiri, demokratis, profesional, dan bertanggung jawab serta tidak merupakan bagian dari organisasi sosial politik maupun organisasi kemasyarakatan lainnya.
BAB IV
TUJUAN, FUNGSI, DAN USAHA
Pasal 8
Tujuan
a. Terwujudnya suatu masyarakat madani yang adil dan makmur berdasarkan moral agama, Pancasila, dan UUD 1945.
b. Tetap terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Berkembangnya kehidupan demokrasi;
d.Terciptanya perluasan dan kesempatan kerja serta turut mensukseskan pembangunan.
Pasal 9
Fungsi
a. menghimpun dan mempersatukan serta menggalang solidaritas di kalangan pekerja tekstil, sandang, dan kulit pada khususnya, dan pekerja pada umumnya;
b. membela, melindungi, memperjuangkan hak dan kepentingan anggota serta kaum pekerja;
c. memperjuangkan perbaikan syarat-syarat kerja, kesejahteraan, dan perbaikan taraf hidup pekerja;
d. memberikan bimbingan dan pendidikan dalam rangka meningkatkan pemberdayaan dan pengetahuan pekerja akan hak dan tanggung jawabnya sebagai pekerja, masyarakat dan bangsa yang merdeka serta beradab sesuai dengan harkat dan martabatnya.
Pasal 10
Usaha
a. mengembangkan berbagai sarana dan prasarana hubungan industrial yang harmonis, dinamis, adil dan bermartabat;
b. meningkatkan kualitas dan kuantitas perjanjian kerja bersama yang memberikan jaminan perlindungan kehidupan pekerja dan kelangsungan usaha;
c. melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi para anggota untuk meningkatkan pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan kemampuan berorganisasi, berunding, serta peningkatan produktivitas kerja;
d. mendirikan lembaga koperasi, yayasan, usaha bersama, dan lain-lain untuk melayani kebutuhan anggota beserta keluarganya;
e. melakukan usaha kerjasama dengan berbagai lembaga pemerintah, swasta, dan organisasi-organisasi di dalam dan di luar negeri yang tidak bertentangan dengan azas dan tujuan organisasi.
BAB V
ATRIBUT
Pasal 11
Atribut
(1) SP TSK-SPSI mempunyai atribut yang terdiri dari bendera, panji, dan lambang.
(2) Bentuk, warna, serta susunan bendera, panji, dan lambang di atur secara rinci dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 12
Janji Pimpinan dan Ikrar SP TSK-SPSI
(1) Janji Pimpinan dan Ikrar SP TSK-SPSI sebagai pernyataan tekad dan pendorong semangat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
(2) Naskah selengkapnya Janji Pimpinan dan Ikrar SP TSK-SPSI, serta tata cara pengungkapan diatur secara rinci dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VI
ANGGOTA DAN KEANGGOTAAN
Pasal 13
Anggota
(1) Anggota federasi SP TSK-SPSI adalah pimpinan unit kerja (PUK) pada sektor tekstil, sandang, dan kulit yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
(2) Anggota PUK SP TSK-SPSI adalah pekerja yang bekerja pada sektor tekstil, sandang, dan kulit.
Pasal 14
Ruang Lingkup Keanggotaan
Yang termasuk dalam ruang lingkup keanggotaan PUK SP TSK-SPSI adalah pekerja yang bekerja pada:
a. sub sektor tekstil :
industri pemintalan, pertenunan, perajutan, pembatikan (batik tulis, batik cap, dan batik cetak), kain hasil dari alat tenun bukan mesin (ATBM), pencelupan, tekstil cetak, produksi tekstil terpadu, karpet, benang, karung goni dan karung plastik;
b. sub sektor synthetic fibre yang berkaitan dengan proses produksi tekstil;
c. sub sektor sandang :
Industri konveksi, bordir, kaos kaki, kaos tangan, payung, reusleting, kancing, topi, kopiah, rambut buatan, bulu mata palsu, pembalut wanita dan kondom;
d. sub sektor kulit :
Industri alas kaki, tas, ikat pinggang, dompet, pembuatan sol, industri pengolahan kulit dan kulit imitasi
e. sub sektor mainan;
f. sub sektor karet;
g. sub sektor lainnya.
BAB VII
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA SERTA KEANGGOTAAN
Pasal 15
Kewajiban Anggota
Setiap anggota berkewajiban untuk :
a. menjunjung tinggi nama baik dan kehormatan organisasi;
b. memegang teguh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, peraturan dan keputusan organisasi;
c. aktif melaksanakan keputusan, program, dan kegiatan organisasi;
d. membayar uang pangkal, uang iuran bulanan, dan uang konsolidasi.
Pasal 16
Hak Anggota
(1) Setiap anggota mempunyai hak:
a. mewakili dalam forum-forum organisasi;
b. berbicara dan suara;
c. membela diri;
d. mendapat bimbingan peningkatan sumber daya manusia, perlindungan dan pembelaan.
(2) Penggunaan hak anggota selengkapnya di atur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 17
Hak dan Kewajiban Keanggotaan
Setiap keanggotaan PUK SP TSK-SPSI mempunyai hak dan kewajiban :
a. bicara dan suara;
b. memilih dan di pilih;
c. membela diri;
d. menjunjung tinggi nama baik organisasi;
e. mentaati dan melaksanakan secara aktif Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SP TSK-SPSI maupun peraturan dan keputusan yang ditetapkan organisasi;
f. mendapat bimbingan peningkatan sumber daya manusia, perlindungan dan pembelaan;
g. membayar uang pangkal, uang iuran bulanan, dan uang konsolidasi.
BAB VIII
SUSUNAN ORGANISASI, WEWENANG, DAN KEWAJIBAN PIMPINAN
Pasal 18
Susunan Organisasi
(1) SP TSK-SPSI tingkat pusat dengan ruang lingkup kerja meliputi wilayah Republik Indonesia, dipimpin oleh Pimpinan Pusat (PP).
(2) SP TSK-SPSI di wilayah provinsi dipimpin oleh Pimpinan Daerah (PD).
(3) SP TSK-SPSI di wilayah kabupaten/kota dipimpin oleh Pimpinan Cabang (PC).
(4) SP TSK-SPSI di tingkat perusahaan atau unit kerja dengan ruang lingkup kerja di dalam satu perusahaan atau unit kerja di luar perusahaan dipimpin oleh Pimpinan Unit Kerja (PUK).
(5) SP TSK-SPSI di tingkat pusat mempunyai Dewan Penasehat.
Pasal 19
Wewenang dan Kewajiban Pimpinan Pusat
(1) Pimpinan Pusat sebagai badan pelaksana organisasi tertinggi yang bersifat kolektif, berwenang untuk :
a. menentukan kebijaksanaan organisasi di tingkat nasional berdasarkan aspirasi anggota sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan musyawarah dan rapat tingkat nasional, serta peraturan organisasi;
b. meminta pertimbangan Dewan Penasehat bila terjadi hal-hal yang diperlukan;
c. mengukuhkan komposisi dan personalia, serta melantik Pimpinan Daerah, atau Pimpinan Cabang apabila di daerah belum terbentuk Pimpinan Daerah, atau pun Pimpinan Unit Kerja apabila di daerah belum terbentuk Pimpinan Daerah dan di kabupaten/kota belum terbentuk Pimpinan Cabang.
(2) Pimpinan Pusat berkewajiban :
a. pertanggung jawaban pada Musyawarah Nasional;
b. melaksanakan segala ketentuan dan kebijaksanaan organisasi di tingkat nasional berdasarkan aspirasi anggota, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan musyawarah dan rapat tingkat nasional serta peraturan organisasi.
Pasal 20
Wewenang dan Kewajiban Pimpinan Daerah
(1) Pimpinan Daerah sebagai badan pelaksana organisasi di tingkat daerah yang bersifat kolektif, berwenang untuk :
a. menentukan kebijaksanaan organisasi di tingkat daerah berdasarkan aspirasi anggota, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan musyawarah dan rapat tingkat daerah serta peraturan organisasi;
b. mengukuhkan komposisi dan personalia serta melantik Pimpinan Cabang atau Pimpinan Unit Kerja apabila di kabupaten/kota belum terbentuk Pimpinan Cabang.
(2) Pimpinan Daerah berkewajiban :
a. memberikan pertanggung jawaban pada Musyawarah Daerah;
b. melaksanakan segala ketentuan dan kebijaksanaan organisasi di tingkat daerah berdasarkan aspirasi anggota, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan musyawarah dan rapat tingkat nasional maupun tingkat daerah, serta peraturan organisasi.
Pasal 21
Wewenang dan Kewajiban Pimpinan Cabang
(1) Pimpinan Cabang sebagai badan pelaksana organisasi di tingkat cabang yang bersifat kolektif, berwenang untuk :
a. menentukan kebijaksanaan organisasi di tingkat cabang berdasarkan aspirasi anggota, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan musyawarah dan rapat tingkat nasional, tingkat daerah, maupun tingkat cabang, serta peraturan organisasi;
b. mengukuhkan komposisi dan personalia serta melantik Pimpinan Unit Kerja.
(2) Pimpinan Cabang berkewajiban :
a. memberikan pertanggung jawaban pada Musyawarah Cabang;
b. melaksanakan segala ketentuan dan kebijaksanaan organisasi di tingkat cabang berdasarkan aspirasi anggota, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan musyawarah dan rapat tingkat nasional, tingkat daerah, maupun tingkat cabang, serta peraturan organisasi.
Pasal 22
Wewenang dan Kewajiban Pimpinan Unit Kerja
(1) Pimpinan Unit Kerja sebagai badan pelaksana organisasi di tingkat unit kerja yang bersifat kolektif, berwenang untuk:
a. menentukan kebijaksanaan organisasi di tingkat unit kerja berdasarkan aspirasi anggota, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan musyawarah dan rapat tingkat nasional, tingkat daerah, tingkat cabang, maupun tingkat unit kerja, serta peraturan organisasi;
b. membentuk dan mengukuhkan perwakilan anggota.
(2) Pimpinan Unit Kerja berkewajiban :
a. memberikan pertanggung jawaban pada Musyawarah Unit Kerja;
b. melaksanakan segala ketentuan dan kebijaksanaan organisasi di tingkat unit kerja berdasarkan aspirasi anggota, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan musyawarah dan rapat tingkat nasional, tingkat daerah, tingkat cabang, maupun tingkat unit kerja, serta peraturan organisasi.
BAB IX
TATA CARA PEMILIHAN DAN PERNYATAAN PIMPINAN
Pasal 23
Pimpinan
Pimpinan adalah pengurus SP TSK-SPSI di seluruh tingkatan, mulai dari Pimpinan Pusat sampai ke tingkat Pimpinan Unit Kerja.
Pasal 23
Pimpinan
Pemilihan Pimpinan Pusat, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Unit Kerja dilaksanakan dengan sistem middle formatur, yaitu dengan cara :
a. Ketua Umum di tingkat Pusat atau Ketua di tingkat Daerah, Cabang, dan Unit Kerja dipilih secara langsung;
b. selanjutnya Ketua Umum atau Ketua terpilih sebagai ketua formatur;
c. pengurus lainnya di pilih melalui formatur.
Pasal 25
Pernyataan Pimpinan
Sebelum memangku jabatannya, segenap Pimpinan Pusat, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Unit Kerja berjanji dengan mengucapkan Janji Pimpinan di hadapan Musyawarah Nasional, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang, dan Musyawarah Unit Kerja.
BAB X
HUBUNGAN DENGAN SPSI DAN ORGANISASI LAIN
Pasal 26
Hubungan dengan SPSI
Sebagai pencerminan jiwa dan semangat Deklarasi Persatuan Buruh Indonesia tanggal 20 Februari 1973, yang merupakan tali ikatan sejarah perjuangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani yang adil dan makmur berdasarkan norma agama, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka SP TSK-SPSI menjadi anggota Konfederasi SPSI.
Pasal 27
Hubungan dengan organisasi lain
Dalam rangka membangun kebersamaan untuk mendukung keberadaan dan langkah-langkah perjuangan SP TSK-SPSI sebagai organisasi pekerja yang bebas, mandiri, demokratis, profesional, dan bertanggung jawab, maka SP TSK-SPSI dapat menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai organisasi profesi/fungsional maupun organisasi kemasyarakatan yang mempunyai kepedulian terhadap nasib kaum pekerja.
Pasal 28
Hubungan dengan Serikat Pekerja Internasional
Dalam rangka menggalang dan meningkatkan solidaritas serikat pekerja di dunia, SP TSK-SPSI menjalin kerjasama dengan organisasi serikat pekerja dan badan-badan internasional serta dapat berafiliasi dengan International Trade Secretariat (ITS) sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
MUSYAWARAH DAN RAPAT
Pasal 29
Jenis Musyawarah dan Rapat
(1) Musyawarah terdiri dari :
a. Musyawarah Nasional (MUNAS);
b. Musyawarah Nasional Luar Biasa (MUNASLUB);
c. Musyawarah Pimpinan (MUSPIM);
d. Musyawarah Daerah (MUSDA);
e. Musyawarah Daerah Luar Biasa (MUSDALUB);
f Musyawarah Cabang (MUSCAB);
g. Musyawarah Cabang Luar Biasa (MUSCABLUB);
h. Musyawarah Unit Kerja (MUSNIK);
i. Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa (MUSNIKLUB).
(2) Rapat-rapat terdiri dari :
a. Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS);
b. Rapat Kerja Daerah (RAKERDA);
c. Rapat Kerja Cabang (RAKERCAB);
d. Rapat Kerja Unit Kerja (RAKERNIK).
Pasal 30
Musyawarah Nasional
(1) Musyawarah Nasional merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi sebagai pelaksana kedaulatan anggota.
(2) Musyawarah Nasional diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Musyawarah Nasional berwenang untuk :
a. menetapkan dan atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART);
b. menetapkan Garis-garis Besar Kebijaksanaan Organisasi (GBKO);
c. menetapkan Program Umum Organisasi (PUO);
d. menilai, menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban Pimpinan Pusat;
e. memilih dan menetapkan Pimpinan Pusat;
f. menetapkan keputusan-keputusan lain yang di anggap penting.
Pasal 31
Musyawarah Nasional Luar Biasa
(1) Musyawarah Nasional Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Nasional.
(2) Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat diadakan oleh Pimpinan Pusat atas dasar pertimbangan :
a. keputusan Rapat Pleno Pimpinan Pusat yang menilai bahwa keadaan darurat, atau membahayakan kesatuan dan persatuan, atau kelangsungan organisasi dalam keadaan terancam; dan/atau
b. adanya permintaan dari sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang.
(3) Pihak yang mengundang Musyawarah Nasional Luar Biasa sebagaimana di maksud dalam ayat (2), wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa.
Pasal 32
Musyawarah Pimpinan
(1) Musyawarah Pimpinan diadakan sedikitnya sekali dalam satu periode Pimpinan Pusat.
(2) Musyawarah Pimpinan berwenang untuk :
a. mengadakan penilaian terhadap pelaksanaan Garis-garis Besar Kebijaksanaan Organisasi (GBKO) dan Program Umum Organisasi (PUO) oleh Pimpinan Pusat;
b. menetapkan penyempurnaan pelaksanaan Garis-garis Besar Kebijaksanaan Organisasi (GBKO) dan Program Umum Organisasi (PUO);
c. menilai dan memusyawarahkan atas pembelaan diri dari anggota pengurus Pimpinan Pusat/Pimpinan Daerah/Pimpinan Cabang/Pimpinan Unit Kerja yang di skorsing/di pecat sementara, serta menetapkan keputusan yang mengikat berupa bentuk rehabilitasi atau pengukuhan pemecatan selamanya kepada yang bersangkutan.
(3) Musyawarah Pimpinan dilaksanakan dan dipimpin oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 33
Musyawarah Daerah
(1) Musyawarah Daerah diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Musyawarah Pimpinan berwenang untuk :
a. menetapkan kebijaksanaan serta Program Kerja Daerah;
b. menilai, menerima atau menolak laporan pertanggung jawaban Pimpinan Daerah;
c. memilih dan menetapkan Pimpinan Daerah;
d. menetapkan keputusan-keputusan lain yang di anggap penting.
Pasal 34
Musyawarah Daerah Luar Biasa
(1) Dalam keadaan luar biasa, Musyawarah Daerah Luar Biasa dapat dilaksanakan atas permintaan sekurang-kurangnya dua per tiga Pimpinan Cabang yang di dukung oleh lebih dari setengah jumlah Pimpinan Unit Kerja.
(2) Musyawarah Daerah Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Daerah.
(3) Pihak yang mengundang Musyawarah Daerah Luar Biasa sebagaimana di maksud dalam ayat (1), wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Daerah Luar Biasa.
Pasal 35
Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah Cabang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun
(2) Musyawarah Cabang berwenang untuk :
a. menetapkan kebijaksanaan serta Program Kerja Cabang;
b. menilai, menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban Pimpinan Cabang;
c. memilih dan menetapkan Pimpinan Cabang;
d. menetapkan keputusan-keputusan lain yang di anggap penting.
Pasal 36
Musyawarah Cabang Luar Biasa
(1) Dalam keadaan luar biasa, Musyawarah Cabang Luar Biasa dapat dilaksanakan atas permintaan sekurang-kurangnya dua per tiga jumlah Pimpinan Unit Kerja.
(2) Musyawarah Cabang Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Cabang.
(3) Pihak yang mengundang Musyawarah Cabang Luar Biasa sebagaimana di maksud dalam ayat (1), wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Cabang Luar Biasa.
Pasal 37
Musyawarah Unit Kerja
(1) Musyawarah Unit Kerja diadakan sekali dalam 4 (empat) tahun.
(2) Musyawarah Unit Kerja berwenang untuk :
a. menetapkan kebijaksanaan serta Program Kerja Unit Kerja;
b. menilai, menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban Pimpinan Unit Kerja;
c. memilih dan menetapkan Pimpinan Unit Kerja;
d. menetapkan keputusan-keputusan lain yang di anggap penting.
Pasal 38
Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa
(1) Dalam keadaan luar biasa, Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa dapat dilaksanakan atas permintaan sekurang-kurangnya dua per tiga jumlah anggota.
(2) Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Unit Kerja.
(3) Pihak yang mengundang Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa sebagaimana di maksud dalam ayat (1), wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa.
Pasal 39
Rapat Kerja Nasional
(1) Rapat Kerja Nasional diadakan sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali dalam satu periode.
(2) Rapat Kerja Nasional berwenang untuk :
a. mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan Program Umum Organisasi;
b. menetapkan penyempurnaan Program Umum Organisasi.
(3) Rapat Kerja Nasional dilaksanakan dan di pimpin oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 40
Rapat Kerja Daerah
(1) Rapat Kerja Daerah diadakan sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali dalam satu periode.
(2) Rapat Kerja Daerah berwenang untuk :
a. mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan Program Kerja Daerah;
b. menetapkan penyempurnaan Program Kerja Daerah secara terpadu dan terkoordinasi dengan Program Umum Organisasi.
(3) Rapat Kerja Daerah dilaksanakan dan di pimpin oleh Pimpinan Daerah.
Pasal 41
Rapat Kerja Cabang
(1) Rapat Kerja Cabang diadakan sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali dalam satu periode.
(2) Rapat Kerja Cabang berwenang untuk :
a. mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan Program Kerja Cabang;
b. menetapkan penyempurnaan Program Kerja Cabang secara terpadu dan terkoordinasi dengan Program Umum Organisasi dan Prgoram Kerja Daerah.
(3) Rapat Kerja Cabang dilaksanakan dan di pimpin oleh Pimpinan Cabang.
Pasal 42
Rapat Kerja Unit Kerja
(1) Rapat Kerja Unit Kerja diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu periode.
(2) Rapat Kerja Unit Kerja berwenang untuk :
a. mengadakan eavaluasi terhadap pelaksanaan Program Kerja Unit Kerja;
b. menetapkan penyempurnaan Program Kerja Unit Kerja secara terpadu dan terkoordinasi dengan Program Umum Organisasi, Program Kerja Daerah dan Program Kerja Cabang.
(3) Rapat Kerja Unit Kerja dilaksanakan dan di pimpin oleh Pimpinan Unit Kerja.
BAB XII
QUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 43
Sahnya Musyawarah dan Rapat
(1) Musyawarah atau rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 42 adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah peserta yang berhak hadir dalam musyawarah atau rapat.
(2) Keputusan yang di ambil dalam musyawarah atau rapat adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah peserta musyawarah atau rapat.
Pasal 44
Tata Cara Pengambilan Keputusan
(1) Pengambilan keputusan pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila upaya mencapai mufakat melalui musyawarah tidak tercapai juga, maka keputusan terakhir di ambil berdasarkan suara terbanyak.
BAB XIII
KEUANGAN
Pasal 45
(1) Keuangan organisasi diperoleh dari :
a. uang pangkal, uang iuran bulanan, dan uang konsolidasi anggota;
b. usaha-usaha lain yang sah;
c. sumbangan yang tidak mengikat.
(2) Hal keuangan organisasi selanjutnya di atur dalam Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi.
BAB XIV
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 46
(1) Untuk mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dapat dilakukan apabila dikehendaki oleh sekurang-kurangnya dua per tiga jumlah Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang melalui Musyawarah Nasional atau Musyawarah Nasional Luar Biasa.
(2) Penetapan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dilakukan pada Musyawarah Nasional dan Musyawarah Nasional Luar Biasa yang khusus diadakan untuk itu, dengan ketentuan harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga jumlah Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang, dan memperoleh persetujuan dari sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah utusan yang hadir.
BAB XV
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 47
(1) Pembubaran organisasi hanya dapat dilakukan di dalam Musyawarah Nasional yang khusus diadakan untuk itu, dengan ketentuan harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah utusan yang hadir.
(2) Pimpinan Pusat memberitahukan kepada Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum Musyawarah Nasional khusus tersebut dilaksanakan.
(3) Dalam hal organisasi dibubarkan, maka kekayaan organisasi diserahkan kepada badan-badan atau lembaga-lembaga sosial di Indonesia.
BAB XVI
ATURAN PERALIHAN
Pasal 48
(1) Dalam 6 (enam) bulan sesudah Musyawarah Nasional ini, Pimpinan Pusat mengatur dan menyelenggarakan herregistrasi keanggotaan, penataan kembali keberadaan Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Unit Kerja serta segala hal yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar ini.
(2) Hal-hal yang belum di atur dalam Anggaran Dasar ini, di atur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XVII
PENUTUP
Pasal 49
Pemberlakuan
(1) Dengan ditetapkannya Anggaran Dasar ini maka Anggaran Dasar SP TSK-SPSI hasil keputusan Musyawarah Nasional tanggal 24 Juni 2009 dinyatakan tidak berlaku lagi.
(2) Anggaran Dasar Ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Solo - Jawa Tengah
Pada tanggal 27 Oktober 2014
----------------------------------------------------------------
ANGGARAN RUMAH TANGGA
SERIKAT PEKERJA TEKSTIL, SANDANG, DAN KULIT
SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Cara Menjadi Anggota
(1) Setiap pekerja sektor tekstil, sandang, dan kulit dapat diterima menjadi anggota PUK SP TSK-SPSI dengan syarat harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. mengajukan permintaan menjadi anggota secara tertulis;
b. membuat pernyataan kesanggupan menerima dan mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SP TSK-SPSI;
c. membayar uang pangkal pada saat pendaftaran;
d. dalam hal Pimpinan Unit Kerja belum terbentuk dan atau pekerja dalam hubungan kerja yang tidak tetap dalam suatu kawasan kegiatan ekonomi, permintaan menjadi anggota dialamatkan kepada Pimpinan Cabang atau kepada Pimpinan Daerah bilamana di tempat tersebut belum/tidak terdapat Pimpinan Cabang atau kepada Pimpinan Pusat bilamana di tempat tersebut belum/tidak terdapat Pimpinan Cabang dan Pimpinan Daerah.
(2) Setiap serikat pekerja (PUK) sektor tekstil, sandang, dan kulit dapat di terima untuk bergabung dan menjadi anggota Federasi SP TSK-SPSI dengan syarat harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. mengajukan permintaan untuk bergabung dan menjadi anggota secara tertulis;
b. membuat pernyataan kesanggupan menerima dan mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SP TSK-SPSI;
c. melampirkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SP TSK-SPSI dalam pemberitahuan kepada secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat;
d. dalam hal Pimpinan Cabang di kabupaten/kota di tempat tersebut belum terbentuk, permintaan bergabung dan menjadi anggota disampaikan kepada Pimpinan Daerah atau kepada Pimpinan Pusat bilamana di tempat tersebut belum terbentuk Pimpinan Cabang dan Pimpinan Daerah.
Pasal 2
Kewajiban Anggota
Setiap anggota berkewajiban :
a. mentaati seluruh keputusan Musyawarah Nasional, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang, dan Musyawarah Unit kerja;
b. mentaati dan melaksanakan semua peraturan dan keputusan organisasi;
c. berani menentang setiap usaha dan tindakan yang merugikan kepentingan organisasi dan atau anggota;
d. membayar uang pangkal pada saat pendaftaran, uang iuran anggota setiap bulan, dan uang konsolidasi organisasi yang ditetapkan oleh organisasi.
Pasal 3
Hak Anggota
Setiap anggota berhak :
a. memperoleh perlakuan yang sama dari organisasi;
b. mengeluarkan pendapat dan mengajukan usul serta saran;
c. memilih dan dipilih;
d. memperoleh perlindungan, pembelaan, pendidikan, dan bimbingan dari organisasi;
e. memperoleh kartu tanda anggota (KTA).
BAB II
PENGHENTIAN KEANGGOTAAN
Pasal 4
Berakhirnya Keanggotaan Federasi SP TSK-SPSI
Setiap anggota Federasi SP TSK-SPSI dinyatakan berhenti sebagai anggota dikarenakan :
a. perusahaan tutup;
b. seluruh pimpinan dan anggota telah menyatakan secara pribadi-pribadi keluar dari keanggotaan PUK SP TSK-SPSI dan disampaikan secara tertulis di atas meterai yang cukup dan disampaikan kepada perangkat organisasi di atasnya.
Pasal 5
Pemberhentian Dari Keanggotaan Federasi SP TSK-SPSI
Prosedur dan penetapan berakhirnya keanggotaan Federasi SP TSK-SPSI :
a. pengurus PUK SP TSK-SPSI melaporkan secara tertulis kepada perangkat organisasi di atasnya dan sekaligus menyebutkan kekayaan organisasi;
b. pernyataan secara pribadi keluar dari keanggotaan Federasi SP TSK-SPSI disampaikan secara tertulis di atas meterai yang cukup dan disampaikan kepada perangkat organisasi di atasnya;
c. perangkat organisasi di atasnya menetapkan dan sekaligus melaporkan kepada perangkat organisasi di atasnya maupun instansi terkait.
Pasal 6
Berakhirnya Keanggotaan PUK SP TSK-SPSI
Pemberhentian anggota PUK SP TSK-SPSI dinyatakan karena :
a. meninggal dunia;
b. mengajukan surat pernyataan tertulis secara pribadi berhenti dari keanggotaan PUK SP TSK SPSI di atas meterai yang cukup dan disampaikan kepada perangkat organisasi;
c. diberhentikan berdasarkan keputusan rapat organisasi Pimpinan Unit Kerja SP TSK-SPSI dikarenakan melakukan pelanggaran disiplin organisasi;
d. bentuk pelanggaran organisasi serta tindakan disiplin dan sanksi organisasi diatur dalam peraturan organisasi.
BAB III
KARTU TANDA ANGGOTA
Pasal 7
(1) Format kartu tanda anggota (KTA) di buat oleh Pimpinan Pusat, dan pembuatan KTA diserahkan pada Pimpinan Cabang beserta pendataannya pada setiap Pimpinan Unit Kerja;
(2) Dalam hal Pimpinan Cabang di kabupaten/kota di tempat tersebut belum terbentuk, pembuatan KTA diserahkan kepada Pimpinan Daerah atau dibuatkan langsung oleh Pimpinan Pusat apabila di tempat tersebut belum terbentuk Pimpinan Cabang dan Pimpinan Daerah.
BAB IV
ATRIBUT
Pasal 8
Bendera dan Panji
Bendera dan panji SP TSK-SPSI berwarna dasar biru tua dengan lambang ditengah-tengahnya.
Pasal 9
Lambang
(1) Lambang SP TSK-SPSI sebagaimana terlukis dalam lembaran khusus yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Anggaran Rumah Tangga ini beserta penjelasan arti dan maknanya, adalah ciri khas organisasi yang melukiskan kesatuan dan persatuan serta semangat kaum pekerja tekstil, sandang, dan kulit.
(2) Lambang tersebut mengandung arti dan makna kejernihan berfikir, kelapangan dan keluasan pandangan serta semangat, keberanian, keteguhan, dan tanggung jawab yang besar setiap anggota dalam bertindak untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Pasal 10
Ikrar
Anggota SP TSK-SPSI memiliki Ikrar yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
1. Kami anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah pekerja Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah pekerja Indonesia yang setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta taat kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3. Kami anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah pekerja Indonesia yang selalu siap mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Kami anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah pekerja Indonesia yang beretos kerja produktif, jujur, disiplin, dan bertanggung jawab.
5. Kami anggota Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah pekerja Indonesia yang siap bertekad mengembangkan kemitraan dalam hubungan industrial.
BAB V
PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN
PIMPINAN UNIT KERJA, PIMPINAN CABANG, DAN PIMPINAN DAERAH
Pasal 11
Pembentukan dan Pembubaran Pimpinan Unit Kerja
(1) Pimpinan Cabang atau Pimpinan Daerah jika di suatu kabupaten/kota belum/tidak terdapat Pimpinan Cabang, atau Pimpinan Pusat jika di suatu provinsi belum/tidak terdapat Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang berwenang membentuk Pimpinan Unit Kerja di suatu kawasan kegiatan ekonomi yang di dalamnya terdapat sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang anggota.
(2) Pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dan dilaksanakan secara demokratis dengan syarat :
a. dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota yang terdaftar, atau perwakilan lebih dari setengah jumlah anggota bilamana jumlah anggota lebih dari 100 (seratus) orang;
b. personalia Pimpinan Unit Kerja di pilih dari dan oleh peserta pembentukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 Anggaran Dasar.
(3) Pimpinan Cabang atau Pimpinan Daerah jika di suatu kabupaten/kota belum/tidak terdapat Pimpinan Cabang, atau Pimpinan Pusat jika di suatu provinsi belum/tidak terdapat Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang berwenang membubarkan Pimpinan Unit Kerja dikarenakan :
a. perusahaan atau kawasan kegiatan ekonomi tersebut di tutup atau membubarkan diri; atau
b. umlah anggota berkurang sehingga tidak lagi sampai 10 (sepuluh) orang, dengan tanpa menggugurkan hak dan kewajiban anggota yang masih ada.
(4) Segala akibat yang ditimbulkan dari pembentukan dan atau pembubaran Pimpinan Unit Kerja menjadi tanggung jawab Pimpinan Cabang atau Pimpinan Daerah atau Pimpinan Pusat.
(5) Setiap pembentukan dan pembubaran Pimpinan Unit Kerja harus dilaporkan secara rinci kepada perangkat organisasi di atasnya.
Pasal 12
Pembentukan dan Pembubaran Pimpinan Cabang
(1) Pimpinan Daerah atau Pimpinan Pusat jika di suatu provinsi belum/tidak terdapat Pimpinan Daerah berwenang untuk membentuk Pimpinan Cabang apabila :
a. di satu kabupaten/kota telah berdiri sedikitnya 5 (lima) Pimpinan Unit Kerja dan memiliki anggota minimal 500 (lima ratus) orang;
b. disepakati penggabungan lebih dari satu kabupaten/kota yang apabila masing-masing atau salah satu kabupaten/kota tersebut terdapat kurang dari 5 (lima) Pimpinan Unit Kerja.
(2) Pembentukan Pimpinan Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Pimpinan Daerah atau Pimpinan Pusat jika di suatu provinsi belum/tidak terdapat Pimpinan Daerah, dan dilaksanakan secara demokratis dengan syarat :
a. dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah Pimpinan Unit Kerja di kabupaten/kota;
b. personalia Pimpinan Cabang di pilih dari dan oleh peserta pembentukan Pimpinan Cabang dengan cara sebagaimana di maksud pada pasal 24 Anggaran Dasar.
(3) Pimpinan Daerah atau Pimpinan Pusat jika di suatu provinsi belum/tidak terdapat Pimpinan Daerah berwenang membubarkan Pimpinan Cabang dikarenakan :
a. jumlah Pimpinan Unit Kerja di kabupaten/kota tidak lagi mencapai 5 (lima) Pimpinan Unit Kerja; atau
b. jumlah anggota kurang dari 500 (lima ratus) orang, dengan tidak menggugurkan hak dan kewajiban Pimpinan Unit Kerja yang masih tersisa.
(4) Segala akibat yang ditimbulkan dari pembentukan dan pembubaran Pimpinan Cabang menjadi tanggung jawab Pimpinan Daerah atau Pimpinan Pusat.
(5) Setiap pembentukan dan pembubaran Pimpinan Cabang harus dilaporkan secara rinci kepada perangkat organisasi di atasnya dan atau pada Musyawarah Pimpinan atau Musyawarah Nasional.
Pasal 13
Pembentukan dan Pembubaran Pimpinan Daerah
(1) Pimpinan Pusat berwenang membentuk Pimpinan Daerah apabila :
a. di satu provinsi telah berdiri sedikitnya 3 Pimpinan Cabang; atau
b. di satu provinsi telah berdiri sedikitnya 9 (Sembilan) Pimpinan Unit Kerja yang tersebar di beberapa kabupaten/kota yang tidak memenuhi syarat dibentuknya Pimpinan Cabang sebagaimana di maksud pada Pasal 12 ayat (1) Anggaran Rumah Tangga ini.
(2) Pembentukan Pimpinan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Pimpinan Pusat dan dilaksanakan secara demokratis dengan syarat :
a. dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah Pimpinan Cabang dan atau lebih dari setengah jumlah Pimpinan Unit Kerja dari beberapa kabupaten/kota di dalam satu provinsi;
b. personalia Pimpinan Daerah di pilih dari dan oleh peserta pembentukan Pimpinan Daerah dengan cara sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 Anggaran Dasar.
(3) Pimpinan Pusat berwenang membubarkan Pimpinan Daerah dikarenakan :
a. jumlah Pimpinan Cabang tidak lagi mencapai 3 (tiga) Pimpinan Cabang; atau
b. jumlah Pimpinan Unit Kerja tidak lagi mencapai 9 (sembilan) Pimpinan Unit Kerja yang tersebar di beberapa kabupaten/kota, dengan tidak menggugurkan hak dan kewajiban Pimpinan Cabang dan atau Pimpinan Unit Kerja yang masih tersisa.
(4) Segala akibat yang ditimbulkan dari pembentukan dan pembubaran Pimpinan Daerah menjadi tanggung jawab Pimpinan Pusat.
(5) Setiap pembentukan dan pembubaran Pimpinan Daerah harus dilaporkan secara rinci pada Musyawarah Pimpinan atau Musyawarah Nasional.
BAB VI
KOMPOSISI PIMPINAN ORGANISASI
Pasal 14
Komposisi Pimpinan Pusat
(1) Komposisi Pimpinan Pusat sebanyak-banyaknya terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Ketua Umum;
b. 1 (satu) orang Wakil Ketua Umum;
c. 5 (lima) orang Ketua;
d. 1 (satu) orang Sekretaris Umum;
e. 5 (lima) orang Sekretaris;
f. 1 (satu) orang Bendahara Umum;
g. 1 (satu) orang Bendahara.
(2) sebagai alat kelengkapan perjuangan organisasi di tingkat pusat, Pimpinan Pusat membentuk Dewan Penasehat dan lembaga/Badan sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 15
Komposisi Pimpinan Daerah
(1) Komposisi Pimpinan Daerah sebanyak-banyaknya terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Ketua;
b. 5 (tiga) orang Wakil Ketua;
c. 1 (satu) orang Sekretaris;
d. 5 (tiga) orang Wakil Sekretaris;
e. 1 (satu) orang Bendahara.
(2) Sebagai alat kelengkapan perjuangan organisasi di tingkat daerah, Pimpinan Daerah membentuk Lembaga/Badan sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 16
Komposisi Pimpinan Cabang
(1) Komposisi Pimpinan Cabang sebanyak-banyaknya terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Ketua
b. 4 (empat) orang Wakil Ketua;
c. 1 (satu) orang Sekretaris;
d. 4 (empat) orang Wakil Sekretaris;
e. 1 (satu) orang Bendahara.
(2) Sebagai alat kelengkapan perjuangan organisasi di tingkat cabang, Pimpinan Cabang membentuk Lembaga/Badan sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 17
Komposisi Pimpinan Unit Kerja
(1) Komposisi Pimpinan Unit Kerja sebanyak-banyaknya terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Ketua;
b. 3 (tiga) orang Wakil Ketua;
c. 1 (satu) orang Sekretaris;
d. 3 (tiga) orang Wakil Sekretaris;
e. 1 (satu) orang Bendahara.
(2) Sebagai alat kelengkapan perjuangan organisasi di tingkat unit kerja, Pimpinan Unit Kerja membentuk Bagian-bagian sesuai dengan kebutuhan.
(3) Pimpinan Unit Kerja wajib membentuk dan mengukuhkan perwakilan keanggotaan yang di pilih dan atau diajukan oleh anggota yang mewakili bagian-bagian di perusahaan.
(4) pembentukan dan atau pemilihan perwakilan keanggotaan secara teknis diserahkan kepada masing-masing Pimpinan Unit Kerja dengan memperhatikan kondisi dan situasi keanggotaan maupun perusahaan/kawasan kegiatan ekonomi.
BAB VII
SYARAT MENJADI PENGURUS PIMPINAN
Pasal 18
Syarat Menjadi Pengurus Pimpinan Pusat
a. telah menjadi anggota atau pengurus SP TSK-SPSI sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
b. tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh lain;
c. memahami dan mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SP TSK-SPSI;
Pasal 19
Syarat Menjadi Anggota Dewan Penasehat
a. diutamakan pernah menjadi pengurus Pimpinan Pusat atau Pimpinan Daerah SPTSK-SPSI;
b. tidak pernah mengundurkan diri sebagai anggota atau pengurus, atau diberhentikan oleh organisasi;
c. tidak menjadi anggota dan atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh lain;
d. mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SPTSK-SPSI.
Pasal 20
Syarat Menjadi Pengurus Pimpinan Daerah
a. telah menjadi anggota atau pengurus SP TSK-SPSI sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
b. tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh lain;
c. memahami dan mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SP TSK-SPSI;
Pasal 21
Syarat Menjadi Pengurus Pimpinan Cabang
a. telah menjadi anggota atau pengurus SP TSK-SPSI sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b. tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh lain;
c. memahami dan mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SP TSK-SPSI.
Pasal 22
Syarat Menjadi Pengurus Pimpinan Unit Kerja
a. telah menjadi anggota Pimpinan Unit Kerja SP TSK-SPSI sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, kecuali bagi Pimpinan Unit Kerja yang baru dibentuk;
b. tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh lain;
c. memahami dan mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SP TSK-SPSI;
d. lulus seleksi kelayakan.
BAB VIII
PESERTA DAN HAK SUARA
DALAM MUSYAWARAH DAN RAPAT KERJA
Pasal 23
Peserta dan Hak Suara
Dalam Musyawarah Nasional dan Musyawarah Nasional Luar Biasa
(1) Peserta Musyawarah Nasional dan Musyawarah Nasional Luar Biasa terdiri dari :
a. utusan Pimpinan Unit Kerja;
b. utusan Pimpinan Cabang;
c. utusan Pimpinan Daerah;
d. pengurus Pimpinan Pusat;
e. Dewan Penasehat.
(2) Hak suara peserta Musyawarah Nasional dan Musyawarah Nasional Luar Biasa diatur sebagai berikut :
a. pengurus Pimpinan Pusat masing-masing 1 (satu) suara.
b. utusan Pimpinan Daerah :
-
jumlah anggota sampai dengan 5.000 (lima ribu) orang, 1 suara;
-
setiap kelipatan 5.000 (lima ribu) orang anggota, ditambah 1 (satu) suara;
-
hak suara maksimal 10 (sepuluh) suara.
c. utusan Pimpinan Cabang :
-
jumlah anggota sampai dengan 1.500 (seribu lima ratus) orang, 1 (satu) suara;
-
setiap kelipatan 1.500 (seribu lima ratus) orang anggota, ditambah 1 (satu) suara;
-
hak suara maksimal 8 (delapan) suara.
d. utusan Pimpinan Unit Kerja :
jumlah anggota sampai dengan 500 (lima ratus) orang, 1 (satu) suara;
setiap kelipatan 500 (lima ratus) orang anggota, ditambah 1 (satu) suara.
(3) Jumlah anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, c, dan d dibuktikan dengan daftar anggota yang telah diverifikasi oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk memverifikasi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(4) Hak suara peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dipergunakan oleh peserta yang hadir secara sah dengan ketentuan setiap 1 (satu) orang peserta 1 (satu) suara.
Pasal 24
Peserta dan Hak Suara Dalam Musyawarah Pimpinan
(1) Peserta Musyawarah Pimpinan terdiri dari :
a. utusan Pimpinan Cabang;
b. utusan Pimpinan Daerah;
c. pengurus Pimpinan Pusat;
d. Dewan Penasehat.
(2) Setiap peserta mempunyai hak suara.
Pasal 25
Peserta dan Hak Suara Dalam Musyawarah Daerah dan Musyawarah Daerah Luar Biasa
(1) Peserta Musyawarah Daerah dan Musyawarah Daerah Luar Biasa terdiri dari :
a. utusan Pimpinan Unit Kerja;
b. utusan Pimpinan Cabang;
c. pengurus Pimpinan Daerah;
d. utusan Pimpinan Pusat.
(2) Hak suara peserta Musyawarah Daerah dan Musyawarah Daerah Luar Biasa diatur sebagai berikut
a. pengurus Pimpinan Daerah masing-masing 1 (satu) suara.
b. utusan Pimpinan Cabang :
jumlah anggota sampai dengan 1.500 (seribu lima ratus) orang, 1 (satu) suara;
setiap kelipatan 1.500 (seribu lima ratus) orang anggota, ditambah 1 (satu) suara;
hak suara maksimal 8 (delapan) suara.
c. utusan Pimpinan Unit Kerja :
jumlah anggota sampai dengan 500 (lima ratus) orang, 1 (satu) suara;
setiap kelipatan 500 (lima ratus) orang anggota, ditambah 1 (satu) suara;
(3) Jumlah anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, c, dan d dibuktikan dengan daftar anggota yang telah diverifikasi oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk memverifikasi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(4) Hak suara peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dipergunakan oleh peserta yang hadir secara sah dengan ketentuan setiap 1 (satu) orang peserta 1 (satu) suara.
Pasal 26
Peserta dan Hak Suara
Dalam Musyawarah Cabang dan Musyawarah Cabang Luar Biasa
(1) Peserta Musyawarah Cabang dan Musyawarah Cabang Luar Biasa terdiri dari
a. utusan Pimpinan Unit Kerja;
b. pengurus Pimpinan Cabang;
c. utusan Pimpinan Daerah;
d. utusan Pimpinan Pusat;
(2) Hak suara peserta Musyawarah Cabang dan Musyawarah Cabang Luar Biasa diatur sebagai berikut
a. pengurus Pimpinan Cabang masing-masing 1 (satu) suara.
b. utusan Pimpinan Unit Kerja :
-
jumlah anggota sampai dengan 500 (lima ratus) orang, 1 (satu) suara;
-
setiap kelipatan 500 (lima ratus) orang anggota, ditambah 1 (satu) suara;
(3) Jumlah anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, c, dan d dibuktikan dengan daftar anggota yang telah diverifikasi oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk memverifikasi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(4) Hak suara peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dipergunakan oleh peserta yang hadir secara sah dengan ketentuan setiap 1 (satu) orang peserta 1 (satu) suara.
Pasal 27
Peserta dan Hak Suara
Dalam Musyawarah Unit Kerja dan Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa
(1) Peserta Musyawarah Unit Kerja dan Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa terdiri dari :
a. anggota atau perwakilan anggota;
b. pengurus Pimpinan Unit Kerja
c. utusan Pimpinan Cabang;
d. utusan Pimpinan Daerah.
(2) Musyawarah Unit Kerja dan Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa dihadiri oleh seluruh anggota, kecuali apabila tidak memungkinkan serta disepakati bersama maka dapat dihadiri oleh perwakilan anggota yang diberi mandat penuh oleh anggota yang diwakilinya.
(3) Hak suara peserta Musyawarah Unit Kerja dan Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa diatur sebagai berikut :
a. pengurus Pimpinan Unit Kerja masing-masing 1 (satu) suara;
b. anggota atau perwakilan anggota masing-masing 1 (satu) suara.
Pasal 28
Rapat Kerja
(1) Rapat Kerja Nasional, Daerah, dan Cabang diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali dalam 1 (satu) periode kepengurusan.
(2) Rapat Kerja Unit Kerja diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan.
(3) Rapat Kerja adalah forum konsultasi, informasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan teknis program organisasi.
(4) Apabila diperlukan pada Rapat Kerja dapat dilakukan perubahan/perombakan pengurus yang tidak aktif.
(5) Rapat Kerja Nasional dihadiri oleh Dewan Penasehat, pengurus Pimpinan Pusat, utusan Pimpinan Daerah, dan utusan Pimpinan Cabang.
(6) Rapat Kerja Daerah dihadiri oleh utusan Pimpinan Pusat, pengurus Pimpinan Daerah, dan utusan Pimpinan Cabang.
(7) Rapat Kerja Cabang dihadiri oleh utusan Pimpinan Daerah, pengurus Pimpinan Cabang, dan utusan Pimpinan Unit Kerja.
(8) Rapat Kerja Unit Kerja dihadiri oleh utusan Pimpinan Cabang, pengurus Pimpinan Unit Kerja, dan perwakilan anggota.
Pasal 29
Tata Kerja dan Pembidangan Tugas
(1) Sistem tata kerja seluruh perangkat organisasi bersifat kolektif, yaitu semua pengambilan kebijaksanaan organisasi di tempuh melalui musyawarah dan diputuskan bersama serta dipertanggungjawabkan secara bersama.
(2) Pembidangan tugas dan pembagian kerja di antara anggota pengurus pimpinan organisasi serta tata kerjanya, secara lebih rinci di atur dalam tata kerja di tingkat pimpinan organisasi masing-masing.
BAB IX
PERANGKAPAN JABATAN, JANJI PIMPINAN,
PEMBERHENTIAN PENGURUS, DAN TINDAKAN DISIPLIN
Pasal 30
Perangkapan Jabatan
Pada prinsipnya pimpinan SP TSK-SPSI tidak diperbolehkan memegang jabatan rangkap pada semua tingkatan organisasi.
Pasal 31
Janji Pimpinan
Kami pimpinan SP TSK-SPSI dengan ini berjanji dengan sungguh-sungguh untuk :
1. Mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga secara murni dan konsekwen.
2. Selalu memperhatikan dan memperjuangkan aspirasi anggota.
3. Bertindak adil, jujur, dan bertanggung jawab serta mengutamakan persatuan dan kesatuan.
Pasal 32
Berhenti Dari Pengurus Pimpinan
Pengurus Pimpinan dinyatakan berhenti karena :
a. mengundurkan diri;
b. tindakan indisipliner;
c. meninggal dunia.
Pasal 33
Tindakan Disiplin
Tindakan disiplin yang dikenakan kepada pengurus pimpinan berupa :
a. peringatan;
b. skorsing;
c. pemecatan.
Pasal 34
Pemecatan Pengurus Pimpinan
(1) Tindakan pemecatan terhadap pengurus pimpinan diambil karena :
a. melalaikan tugas dan tidak melaksanakan kewajiban sebagai pengurus;
b. menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi;
c. menyalahgunakan hak milik organisasi untuk kepentingan pribadi.
(2) Tindakan pemecatan dilaksanakan oleh pimpinan dari perangkat organisasi di tingkat masing-masing atas dasar keputusan rapat yang diadakan khusus untuk itu.
(3) Tindakan pemecatan di ambil setelah melalui proses peringatan tertulis.
Pasal 35
Pembelaan Diri
(1) Pembelaan diri akibat pemecatan dilakukan pada rapat pengurus pimpinan sesuai tingkatan.
(2) Apabila ternyata tidak terbukti adanya kesalahan, diadakan rehabilitasi pada waktu Musyawarah Nasional/Pimpinan/Daerah/Cabang/Unit Kerja atau pada waktu Rapat Kerja Nasional/ Daerah/ Cabang/Unit Kerja.
Pasal 36
Sanksi Organisasi
Sanksi organisasi, tindakan disiplin dan pembelaan diri pengurus pimpinan organisasi dan atau anggota SP TSK-SPSI sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 huruf b, Pasal 33, Pasal 34, dan Pasal 35 Anggaran Rumah Tangga ini diatur lebih lanjut dalam peraturan organisasi.
Pasal 37
Penggantian Pengurus Pimpinan Antar Waktu
(1) Penggantian pengurus pimpinan antar waktu adalah pengisian lowongan jabatan kepengurusan organisasi karena salah seorang atau beberapa orang pengurus pimpinan organisasi mengundurkan diri, diberhentikan, atau meninggal dunia.
(2) Pengisian lowongan jabatan kepengurusan antar waktu dilakukan melalui rapat pengurus pimpinan di tingkat masing-masing dan dikukuhkan oleh perangkat organisasi setingkat di atasnya.
BAB X
KEUANGAN
Pasal 38
Ketentuan Uang Pangkal, Uang Iuran Bulanan, dan Uang Konsolidasi Organisasi
Besarnya uang pangkal, uang iuran bulanan, dan uang konsolidasi organisasi ditetapkan sebagai berikut :
a. uang pangkal di pungut sebesar 2% (dua perseratus) dari upah kotor sebulan pada waktu pendaftaran;
b. uang iuran bulanan di pungut sebesar 1% (satu perseratus) dari upah kotor sebulan;
c. uang konsolidasi ditetapkan berdasarkan hasil dari perjuangan di atas normatif dan di pungut tidak lebih dari 10% (sepuluh perseratus) dari total hasil yang diperjuangkan.
Pasal 39
Pembagian Uang Pangkal, Uang Iuran Bulanan, dan Uang Konsolidasi Organisasi
(1) Pembagian uang pangkal, uang iuran bulanan, dan uang konsolidasi organisasi untuk masing-masing perangkat organisasi di atur sebagai berikut :
a. 50% (lima puluh per seratus) untuk Pimpinan Unit Kerja;
b. 25% (dua puluh lima per seratus) disetorkan kepada Pimpinan Cabang;
c. 15% (lima belas per seratus) disetorkan kepada Pimpinan Daerah;
d. 10% (sepuluh per seratus) disetorkan kepada Pimpinan Pusat;
(2) 15% dari bagian yang disetorkan kepada Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Pusat sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d Pasal ini diserahkan oleh pimpinan masing-masing tingkatan kepada perangkat organisasi Konfederasi SPSI sesuai tingkatannya masing-masing.
Pasal 40
Check Off System
(1) Teknis pelaksanaan pembayaran iuran dilakukan dengan check off system, kecuali karena sesuatu hal yang tidak dapat dihindari dapat dilakukan dengan sistem pemungutan langsung.
(2) Penyetoran uang iuran dilakukan melalui rekening bank masing-masing perangkat organisasi.
(3) Setiap perangkat organisasi diwajibkan menyampaikan laporan keuangan secara periodik minimal 6 (enam) bulan sekali kepada perangkat organisasi di bawah dan di atasnya.
(4) Perangkat organisasi yang tidak melakukan penyetoran uang iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini yang pembagiannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 39, selain dikenakan sanksi organisasi juga dapat dikenakan saksi pidana.
(5) Pedoman pelaksanaan pemungutan uang pangkal, uang iuran bulanan, dan uang konsolidasi organisasi serta mekanisme dan manajemen keuangan organisasi di atur dalam peraturan organisasi.
BAB XI
PENUTUP
Pasal 41
Kesekretariatan
(1) Untuk menyelenggarakan administrasi organisasi dibutuhkan sekretariat.
(2) Struktur organisasi dan alat kelengkapan serta tata kerja sekretariat ditetapkan oleh pimpinan organisasi di tingkat masing-masing.
Pasal 42
Lain-lain
Hal-hal yang belum ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga ini atau memerlukan penjelasan lebih lanjut, di atur dalam peraturan organisasi.
Pasal 43
Pemberlakuan
(1) Dengan ditetapkannya Anggaran Rumah Tangga ini maka Anggaran Rumah Tangga SP TSK-SPSI hasil keputusan Musyawarah Nasional tanggal 24 Juni 2009 dinyatakan tidak berlaku lagi.
(2) Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Solo - Jawa Tengah
Pada tanggal 27 Oktober 2014