NIKE DAN ADIDAS SERTA BRAND LAINNYA DITUNTUT IKUT BERTANGGUNG JAWAB
Tindakan pengusaha yang terus menghindar untuk diajak perundingan upah sektoral sepatu dan garment skala besar di Kabupaten Sukabumi ikut disorot dalam aksi damai yang dilakukan oleh ribuan buruh pada Hari Kamis tanggal 21 Desember 2017 di dipen Gedung Negara Pendopo Bupati Sukabumi.
Selain mengecam pemerintah daerah yang tidak bisa bersikap tegas, bahkan pada saat aksi Bupati Sukabumi’ malah pergi dan tidak mau menemui buruh.
Kecaman para pengunjuk rasa juga menyasar ke brand atau para buyer internasional yang selama ini memproduksi sepatu merk Adidas, Nike dan dan produksi garment merk Adidas, Nike, GAP, K-JUS, Berghaus, TNF, VF, Under Armour dan beberapa brand internasional lainnya.
Seperti diketahui beberapa perusahaan sepatu dan garment skala besar yang menjalankan usahanya di wilayah Kabupaten Sukabumi yaitu PT. Glostar Indonesia memproduksi sepatu merk Adidas, dan PT. Pratama Abadi Industri memproduksi sepatu merk Nike. Begitu juga dengan pabrik garment PT. Yongjin Javasuka dan beberpa perusahaan garment besar lainnya memperoduksi pakaian merk Nike, Adidas, Berghaus, GAP, K-JUS, TNF, Berghaus, Under Armour, VF, dan beberapa brand internasinal yang bonafid lainnya.
Seperti diungkapkan oleh para peserta yang memberikan orasi, perusahaan-perusahaan besar yang disebutkan diatas tidak pernah punya itikad baik untuk melakukan perundingan upah minimum sektoral dengan serikat pekerja, dan tidak hanya itu perusahaan-perusahaan besar tersebut ‘telah bermain api’ dengan coba-coba mau menurunkan upah minimum /UMK yang sudah ditetapkan Gubernur Jawa Barat melalui pengajuan upah padat karya yang jelas-jelas nilainya dibawah UMK.
“Masa perusahaan-perusahaan yang memproduksi brand-brand internasional seperti Nike dan Adidas serta brand bonafid lainnya mau menurunkann upah melalui upaya pengajuan upah pada karya yang dilakukan pengusaha melalui APINDO”, ungka Andi Kusuma, salah satu peserta aksi yang memberikan orasi diatas mobil komando.
Peserta aksi lain juga menyayangkan sikap para buyer atau brand yang seolah menutup mata terhadap tindakan perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi brand-brand internasional yang melakukan berbagai cara untuk menolak atau menghindar perundingan upah sektoral. Padahal perusahaan-perusahaan tersebut merupakan perusahaan besar, yang jelas-jelas mampu.
Dan yang paling konyol, perusahaan-perusahan besar tersebut bukan hanya menghindar untuk berunding upah sektoral dengan serikat pekrja, tapi secara diam-diam memberi kuasa kepada asosiasi pengusaha/APINDO untuk menurunkan upah melalui pengajuan upah padat karya.
Karena logikanya kalau perusahaan-perusahaan besar tersebut mengajukan untuk menurunkan upah minimum dari yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, artinya perusahaan-perusahaan tersebut tidak mampu.
Sorotan para pengunjuk rasa terhadap para buyer seperti Nike, Adidas, Berghaus, Under Armour dan lainnya kenapa para buyer membiarkan para supplier brand-brand besar tersebut untuk bersikap tidak jujur dengan mengatakan perusahaan tidak mampu, sementara perusahaan-perusahaan tersebut tidak pernah memberikan atau mem-publish laporan keungan hasil audit akuntan publik, sebagai parameter untuk mengukur apakah perusahaan itu mampu atau tidak, sedang dalam kondisi untung atau rugi.
Mana bisa buyer atau brand bonafid seperti Nike, Adidas, Berghaus, VF, Under Armour dan sejenisnya membiarkan perusahaan supplier-nya bertindak semena-mena mau menurunkan upah sementara perusahaan supplier tersebut tidak pernah jujur untuk memberikan hasil audit akuntan publik terhadap buruh atau serikat buruh.